akad nikah
Kehadiran sebuah penomena baru daalam hidup bermasyarakat tidak terlepas dari kontroversi baik dengan konsekwensi yang ringan seperti dikucilkan atau di isolir sampai dengan konsekuensi yang paling berat seumpama BELAS (mencabut hak menikah bagi mempelai perempuan oleh wali nikah seperti ayah kandungnya) dan lain-lain, penomena ini menjadi sesuatu yang lazim dan lumrah terjadi dengan alasan ketidak sepadanan atau keengganan wali perempuan untuk menikahkan anaknya. Kondisi seperti gambaran tersebut di masyarakat sasak masih banyak di praktikkan terutama apabila mempelai perempuan dibawah umur atau masih sekolah dan lain sebagainya.
Penomena pernikahan yang dilakukan di kampung adalah sesuatu yang lazim dan lumrah terjadi apalagi hal tersebut dilakukan dalam kontek kesasakan (islam sasak), dari beberapa acara pernikahan yang saya amati di dusn dan kampung hampir tidak ada saya temukan persimpangan baik dalam prosesi ataupun sampai dengan pelaksanaan sorong serah ajikrame.
Berangkat dari titik tolak tersebut maka asumsi tentang tidak ditemukannya masalah dalam tradisi merarik ala-sasak menjadi sesuatu yang wajar dan tidak bisa divonis sebagai sebuah pertentangan yang prontalis. terlebih lagi mayoritas muslim yang menjadi identitas suku yang mendiami pulau berjuluk seribu masjid ini adalah masyarakat yang masih sangat menjunjung tinggi keberagaman dalam beragama.
Pundamentalisme keberagamaan suku sasak (Dusun Jerua Desa montong Beter Sakra Barat Lombok timur) tercermin dalam prilaku masyarakat dalam melaksanakan adat atau budaya semisal Merarik ini. Ada penomena lain yang belakangfan ini cukup mencuat kepermukaan dan menjadi Diskusi Antara masyarakat dengan masyarakat lainnya, penomena itu dikenal dengan MERARIK SERAH HUKUM
Merarik Serah Hukum dapat dijelaskan dengan Pendekatan Epistimologis yaitu seperti halnya Menikah menurut persepsi seluruk masyarakat dunia tetapi. yang berbeda dari Epistimologi ini adalah kata di belakang Etimologisme Merarik, yaitu Etimologi SERAH HUKUM. dalam masyarakat sasak Serah Hukum mengandung maksud menyerah hukum menurut ajaran islam dan Aliran Kepercayaan masyarakat adat sasak (Islam sasak).Epistimologi ini bagi masyarakat sasak di lakukan dengan cara menyerahkan kedua memepelai kepada salah satu dari kedua pihak keluarga, baik laki-laki maupun memeplai perempuan, selanjutnya seluruh rangkaian acara dalam prosesi merarik tersebut diselesaikan oleh pihak yang diserahi kedua mempelai mulai dari prosesi akad nikah sampai dengan sorong serahnya.
Serah Hukum biasanya berlaku dimasyarakat suku sasak (Jerua) apabila salah satu dari kedua mempelai berasal dari tempat yang jauh yang tidak bisa dilakukan sebagaimana biasanya dalam pernihan secara umumnya yaitu mendatangkan wali nikah dari kedua mempelai atau salah satu wali kedua mempelai telah tidak ditemukan lagi meskipun dengan status kerabat jauh (endarak keluarge jari) maka Serah Hukumpun dilakukan.
(Abu Ikbal)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Top