Oleh: ABU IKBAL
Di
bare yang berukuran tiga kali enam meter itu sahri mengaret (menggembala dengan
sistem kandang) sekitar empat ekor patus yang bukan miliknya namun ia berharap
dari empat ekor itu sahri akn dapat seekor sebagai bagiannya mengaret menurut
kebiasaan masyarakat dikampungnya didusun jerua. Dielusnya punggung patus patus
itu satu persatu dengan tangan kecilnya yang sudah mulai berotot karena
kebiasaan kerja kerasnya semenjak sahri duduk di bangku kelas 1 MI NW JERUA, padahal
diluar pengetahuan sahri kecil sudah ada undang-undang tentang mempekerjakan
anak seusia dirinya.
Sahri
setiap hari mengorot (membersihkan) bare dengan tambah(cangkul yang
sudah hilang sebagian logamnya akibat karosi) yang di peroleh dari hasil tabungannya
selama ini meskipun sesungguhnya benda itu tidak layak di tukar dengan hasil
tabungannya namun demi menukar sebuah keinginan untuk mandiri sahri menukarkan
sebagian hasil tabungan nya dengan benda yang sudah mulai lapuk dilapisi
kotoran sapi itu, namun memang seperti itulah kehidupan yang dialami sahri, adalah
kehidupan yang tidak terlalu memihak atas kaum miskin semisal dirinya, namun
hal itu bagi sahri bukanlah sebuah halangan untuk meraih cita-citanya.
Sebagian
dari pagar-pagar Bare di lemparinya dengan kotoran sapi dengan tujuan agar angin
malam tidak terlalu keras menusuk tubuh patus-patus itu malam harinya, di
sediakannya rumput-rumput kering sisa makan pauts-patus itu untuk dijadikan
sebagai perapian bila nyamuk-nyamuk banyak menyerang terlebih lagi bila musim
hujan sudah mulai datang, malam hari adalah waktunya nyamuk-nyamuk berpesta
seumpa pampire-pampire di negeri empat musim sebagaimana pelajaran yang di
dengar sahri dari bangku sekolah.
Malam
harinya Sahri senantiasa ikut berjaga bersama Umar dan Amat untuk menjaga
patus-patus itu dari incaran maling yang masih banyak berkeliaran pada malam
hari meskipun hal itu merupakan ancaman bagi kesehatannya yang masih anak-anak
namun dalam batinya hal tersebut adalah bagian dari perjalanan yang harus di
tempuh sahri, menurut dirinya tidak akan menjadi musibah bagi diri saya apabila
segalanya saya serahkan kepada allah sebagaimana pelajaran yang di dapatkan
sahri dari guru-guru ngajinya di jerua.
Dinginnya
angin malam tak menjadi halangan nyenyak tidur bagi sahri terlebih lagi bagi
dirinya, Umar dan Amat yang senantiasa memberikan kasih sayang kepada sahri
sehingga kebahagian sahri sebagai pengaret sampi terasa makin lengkap walaupun
sejatinya sahri masih belum bisa mengerti kenapa dirinya tidak bersama inak dan
amaknya sebagaimana teman-teman sebayanya di MI NW Jerua, terasa tubuh kurusnya
mulai capek sehabis seharian bersekolah dan siangnya memenem (memberi
minum) patus-patusnya dan pergi menyabit rumput.
Terasa
lengkap sudah pengalaman sahri sebagai anak jerua yang berstatus sebagai
pengaret sampi hingga pada akhirnya nanti patus yang akan menjadi bagiannya
akan mengakhiri satatusnya sebagai pengaret karena cita-citanya yang hendak
melanjutkan pendidikannya sampai sahri menjadi seorang sarjana pertanian….(Habis)

0 komentar:
Posting Komentar